Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Selasa, Juli 07, 2009

Gernas kakao tersendat, dana baru cair 0,41%

MAKASSAR: Pemprov Sulsel memprediksi gerakan nasional (gernas) kakao di Sulsel tahun 2009 berjalan lambat, menyusul anggaran revitalisasi yang terealisasi baru sekitar 0,41% dari total Rp302,86 miliar.

Kepala Dinas Perkebunan, Burhanuddin M menjelaskan kegiatan nasional itu terhambat masalah sinkronisasi penawaran dan pelaporan pemkab ke pemerintah pusat. Termasuk hasil evaluasi gernas tiga bulan terakhir yang dilaksanakan di Denpasar, Bali.

Data pelaporan gernas di Sulsel memperlihatkan realisasi anggaran pembangunan lahan dan revitalisasi kakao baru sekitar Rp40,67 miliar dari total anggaran Rp302,86 miliar. Ada 11 kabupaten yang masuk program gernas yakni Pemprov Sulsel, Bantaeng, Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, Sidrap, Enrekang, Luwu, Luwu Timur, dan Luwu Utara.

Dia menjelaskan, ada empat kawasan yang sementara melaksanakan revitalisasi, yakni Kabupaten Bantaeng, Bone, Enrekang, dan Luwu. Sementara tujuh daerah lain menunggu hasil pelaporan dan hasil pemenang tender.

“Evaluasi gernas di Bali akan mengganggu realisasi anggaran karena banyak syarat yang diatur tidak bisa dipenuhi petani kakao,” kata Burhanuddin kepada Bisnis di sela-sela acara Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan (Monek) Dinas Perkebunan di Hotal Grand Palace, kemarin.

Pertemuan monek itu diikuti perwakilan dinas perkebunan dari 23 kabupaten di Sulsel. Dalam pertemuan juga dibahas soal pengembangan tanaman kopi di Enrekang dan Tana Toraja. Dia menjelaskan, pengembangan kakao di Sulsel juga terganggu persyaratan revitalisasi yang disyaratkan Dirjen Perkebunan.

Beberapa petunjuk pelaksanaan yang sulit dilaksanakan, yakni lahan kakao harus digarap ulang dengan cara membongkar dan menebang tanaman hingga ke akar. “Untuk pembongkaran ini membutuhkan waktu dan biaya karena lahan cukup luas,” katanya.

Dirjen juga menginstruksikan kegiatan sambung samping untuk semua tanaman. Namun kegiatan sambung samping agak sulit dilaksanakan karena menelan biaya Rp5.000 per pohon.

Burhanuddin menjelaskan, saat ini pemprov sedang mengusulkan anggaran untuk pengembangan tanaman kopi organik di Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja. Pengembangan tanaman kopi tersebut, katanya, karena permintaan pasar lokal dan internasional, seperti Jepang, Amerika dan Eropa.

Bahkan menurutnya kopi Sulsel sangat disukai di luar negeri karena memiliki cita rasa khas. Untuk itu dia meminta semua kabupaten membuat penawaran dan laporan mengenai potensi lahan pengembangan kopi.

“Kami sudah meminta semua kabupaten mulai belajar membuat laporan dan penawaran yang benar. Tanaman kopi sudah saatnya dikembangkan kembali untuk memenuhi pasar internasional,” ungkapnya.