MAKASSAR: Sebanyak 15,2% penduduk di Sulsel saat ini masih tergolong rawan pangan dengan persentase kurang gizi 14,74%. Sementara itu, balita yang mengidap gizi buruk sekitar 1,89% dari 239.364 balita.
Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan secara umum ketahanan pangan di daerah ini memadai, distribusinya merata, dan harga terjangkau sebagian besar masyarakat. Namun, diakuinya pemerintah menghadapi masalah di tingkat mikro. Menurutnya, ke depan diperlukan upaya untuk terus mendorong kemandirian pangan dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai alternatif pengganti beras.
Per Maret 2009, jumlah orang miskin tercatat 963.000 orang, turun 1,03% dari 2008. Penurunan ini, tuturnya, telah memenuhi komitmen Indonesia dan sasaran pembangunan milenium, yaitu menekan kemiskinan minimal 1% per tahun.“Ketahanan pangan merupakan masalah yang sangat esensial. Pemerataan dan keadilan atas pangan adalah hak asasi manusia yang harus diperhatikan,” tegas Syahrul dalam rapat Dewan Ketahanan Pangan Provinsi (DKPP) Sulsel, kemarin.
Gubernur memaparkan tahun ini pemerintah menargetkan surplus produksi beras dua juta ton dan jagung 600.000 ton. Langkah ini diharapkan menopang usaha menekan kerawanan pangan dan gizi buruk.Menurutnya, ketahanan pangan dan gizi yang baik pada akhirnya juga berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).
Dengan kata lain, jika ingin memperbaiki IPM di daerah, ketahanan pangan rumah tangga harus ditingkatkan melalui pengurangan penduduk rawan pangan, perbaikan kualitas konsumsi, dan penyediaan lapangan kerja.Khusus mengenai lapangan kerja, pemerintah bertekad mengembangkan agroindustri di perdesaan yang harus diakui menjadi sentra orang miskin dan kerawanan pangan.
Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan secara umum ketahanan pangan di daerah ini memadai, distribusinya merata, dan harga terjangkau sebagian besar masyarakat. Namun, diakuinya pemerintah menghadapi masalah di tingkat mikro. Menurutnya, ke depan diperlukan upaya untuk terus mendorong kemandirian pangan dengan memanfaatkan potensi lokal sebagai alternatif pengganti beras.
Per Maret 2009, jumlah orang miskin tercatat 963.000 orang, turun 1,03% dari 2008. Penurunan ini, tuturnya, telah memenuhi komitmen Indonesia dan sasaran pembangunan milenium, yaitu menekan kemiskinan minimal 1% per tahun.“Ketahanan pangan merupakan masalah yang sangat esensial. Pemerataan dan keadilan atas pangan adalah hak asasi manusia yang harus diperhatikan,” tegas Syahrul dalam rapat Dewan Ketahanan Pangan Provinsi (DKPP) Sulsel, kemarin.
Gubernur memaparkan tahun ini pemerintah menargetkan surplus produksi beras dua juta ton dan jagung 600.000 ton. Langkah ini diharapkan menopang usaha menekan kerawanan pangan dan gizi buruk.Menurutnya, ketahanan pangan dan gizi yang baik pada akhirnya juga berdampak pada peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).
Dengan kata lain, jika ingin memperbaiki IPM di daerah, ketahanan pangan rumah tangga harus ditingkatkan melalui pengurangan penduduk rawan pangan, perbaikan kualitas konsumsi, dan penyediaan lapangan kerja.Khusus mengenai lapangan kerja, pemerintah bertekad mengembangkan agroindustri di perdesaan yang harus diakui menjadi sentra orang miskin dan kerawanan pangan.