Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Kamis, November 12, 2009

Poboya agar masuk program 100 hari

PALU: Asosiasi Pertambangan­ Emas Rakyat Indonesia (Asperi) meminta­ Kabinet Indonesia­ Bersatu II menjadikan tambang­ emas Poboya di Palu, Sulawesi Tengah, bagian­ dari agenda nasional­ 100 hari pemerintahan­ Susilo Bambang­ Yudhoyono-Boediono.

“Kami menyarankan pertambangan­ Poboya juga menjadi program 100 hari karena ini bagian dari kepentingan­ strategi nasional di bidang per­tambangan dan energi,” kata Ketua Umum Asperi Syamsuddin M. Said di Palu, kemarin. Poboya, kata Syamsuddin, hendaknya­ tidak menjadi urusan satu menteri saja, yakni menteri energi­ sumber daya mineral (ESDM), namun juga kehutanan, lingkungan hidup, perekonomian, daerah tertinggal, serta koperasi dan UKM.

Dia mengatakan Poboya penting­ sebab potensinya sangat besar bahkan­ diperkirakan seluruh gunung di lembah Palu memiliki kandungan emas. Saat ini jumlah tromol yang ber­operasi di tambang emas Poboya sudah berkisar 7.000 unit. Emas yang dieksploitasi setiap hari diperkirakan mencapai 14 kilogram karena tiap tromol memproduksi satu hingga dua gram emas dalam tempo empat jam. Jika dikonversi dalam bentuk uang, sedikitnya berkisar Rp2,8 miliar.

“Jika satu tromol menghasilkan dua gram per hari, kali 7.000 tromol, dikali Rp100.000 per gram, Anda kali saja berapa,” kata Syamsuddin. Hasil tambang emas Poboya masih dikelola secara konvensional oleh pendulang yang datang dari berbagai daerah di Tanah Air. Puluhan kios kecil berdiri di sekitar lokasi tambang sebagai tempat transaksi jual beli.

Menurut Syamsuddin, sangat mungkin tak lama lagi Sulteng akan dikenal sebagai daerah produsen emas yang sebelumnya terkenal dengan hasil kopra, ebony (kayu hitam), rotan, dan kakao. Dia mengatakan warga yang terlibat dalam pertambangan rakyat di Poboya mencapai 2.500 orang. Mereka­ terdiri atas penggali, pengangkut, pengolah tromol, dan pedagang. Sebagian besar yang terlibat dalam pertambangan itu adalah masyarakat dari luar Palu.


Sumber
Syamsuddin menilai Poboya dapat menjadi sumber pendapatan paling besar di Palu. Sayangnya, hingga kini lahan itu masih dikelola konvensional­ di bawah koordinasi dewan adat. Pemkot Palu diketahui tengah menyiapkan peraturan daerah tentang pengelolaan pertambangan rakyat terkait hal itu. Ke depan, diharapkan eksploitasi di tambang ini berjalan efektif dan jauh dari konflik.

“Kita menunggu perda yang akan dikeluarkan pemerintah kota,” kata Syamsuddin. Pemprov Sulawesi Tengah memberi batasan luas lahan yang boleh ditambang, yakni 12.000 hektare. Luas tersebut merupakan kelebihan lahan milik PT Palu Citra Mineral (CPM) sebagai pihak yang mendapat izin pengelolaan tambang dengan konsesi lahan 37.000 ha.

Syamsuddin mengibaratkan Poboya sebagai industri pariwisata domestik terbesar di Sulteng, seperti Bali. Bedanya, di Bali orang datang membawa uang untuk mengunjungi­ pariwisata, di Palu orang datang mengunjungi­ lokasi tambang. “Ini potensi paling besar. Kalau pertambangan ini dikelola secara baik, Palu akan menghasilkan uang yang besar sehingga mau bangun apa saja bisa,” katanya.

Sejauh ini, lokasi pertambangan rakyat di Poboya dilaporkan masih bebas dari konflik antar penambang dan warga lainnya. Asperi dideklarasikan di Palu September lalu. Kehadiran Asperi, kata Syamsuddin, ingin membantu penambang agar tidak mendapat kendala dalam kegiatan menambang, tertib dan terjamin keamanannya. Dalam waktu dekat akan dibentuk­ Asperi di Jawa Timur. Di sana terdapat 15 kabupaten­ berpotensi tambang.­