MAKASSAR: Produksi kakao Sulawesi Selatan tahun ini menurun seiring program peremajaan dan rehabilitasi. Meski demikian, daerah ini masih mampu mengekspor 140.000 ton kakao.
Kepala Dinas Perkebunan Sulsel Burhanuddin Mustafa mengatakan ekspor kakao ini didorong kerja keras untuk mempertahankan Sulsel sebagai salah satu penghasil kakao terbesar di Indonesia. Daerah yang dikenal sebagai lumbung kakao, yakni Luwu Raya, Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. “Saat ini memang kurang lebih 10% lahan kakao tidak berproduksi karena intensifikasi la-han. Makanya produksi kakao menurun tahun ini, tapi kita masih bisa ekspor,” ujar Burhanuddin, kemarin.
Dia menjelaskan peremajaan mencakup lahan 4.300 hektare dan rehabilitasi 20.900 ha.Menurut Burhanuddin, peremajaan dan rehabilitasi yang dikenal dengan program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao ini untuk meningkatkan produksi dan mutu.
Pada 2013, pemerintah menargetkan luas areal mencapai 270.000 ha dengan produksi 300.000 ton per tahun. Nilai ekspornya diharapkan menembus US$750 juta–US$900 juta. Sementara itu, tenaga kerja yang terserap sebanyak 315.000 kepala keluarga dengan pendapatan Rp30 juta–Rp40 juta per tahun.
Saat ini, kata dia, pihaknya telah mendapatkan 700.000 bibit pohon untuk ditanam di areal baru. Dalam tiga atau empat tahun mendatang, produktivitas lahan diproyeksikan mencapai dua ton per ha. “Setiap tahun kami selalu mengadakan perluasan lahan, tetapi itu juga tergantung dari dana APBD. Namun, pemerintah akan tetap membantu meskipun tidak ada dana APBD,” tukasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Sulsel Burhanuddin Mustafa mengatakan ekspor kakao ini didorong kerja keras untuk mempertahankan Sulsel sebagai salah satu penghasil kakao terbesar di Indonesia. Daerah yang dikenal sebagai lumbung kakao, yakni Luwu Raya, Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. “Saat ini memang kurang lebih 10% lahan kakao tidak berproduksi karena intensifikasi la-han. Makanya produksi kakao menurun tahun ini, tapi kita masih bisa ekspor,” ujar Burhanuddin, kemarin.
Dia menjelaskan peremajaan mencakup lahan 4.300 hektare dan rehabilitasi 20.900 ha.Menurut Burhanuddin, peremajaan dan rehabilitasi yang dikenal dengan program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao ini untuk meningkatkan produksi dan mutu.
Pada 2013, pemerintah menargetkan luas areal mencapai 270.000 ha dengan produksi 300.000 ton per tahun. Nilai ekspornya diharapkan menembus US$750 juta–US$900 juta. Sementara itu, tenaga kerja yang terserap sebanyak 315.000 kepala keluarga dengan pendapatan Rp30 juta–Rp40 juta per tahun.
Saat ini, kata dia, pihaknya telah mendapatkan 700.000 bibit pohon untuk ditanam di areal baru. Dalam tiga atau empat tahun mendatang, produktivitas lahan diproyeksikan mencapai dua ton per ha. “Setiap tahun kami selalu mengadakan perluasan lahan, tetapi itu juga tergantung dari dana APBD. Namun, pemerintah akan tetap membantu meskipun tidak ada dana APBD,” tukasnya.