Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Jumat, Mei 29, 2009

Pemerintah didesak benahi infrastruktur KTI

PALU: Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Komisariat Wilayah VI mendesak pemerintah pusat membenahi infrastruktur di kota-kota kawasan timur Indonesia.


Apeksi Komwil VI yang membawahi 17 Pemkot di KTI menilai pembangunan infrastruktur kelistrikan, pelabuhan, dan jalan menjadi kebutuhan mendesak guna mendukung penanaman modal, perdagangan, dan perindustrian.

Demikian salah satu dari enam butir rekomendasi seminar dan lokakarya Pertumbuhan Ekonomi Regional Melalui Perdagangan dan Investasi di KTI yang digelar Apeksi Komwil VI di Swiss-Belhotel Palu, kemarin.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ternate Nona N. Duwila yang didaulat membacakan kesepakatan mengatakan seluruh kota se-KTI akan bekerjasama memanfaatkan dan mempromosikan potensi unggulan yang menjadi kompetensi inti.

Apeksi menilai agar dapat bersaing, kota di KTI harus meningkatkan kompetensi dasar, pemasaran bersama, dan mendorong tersedianya infrastruktur yang memadai.

Selain itu, diperlukan kerja sama erat dalam bidang perdagangan, industri, dan investasi antarkota yang melibatkan unsur pemerintah pusat, pemda, dan pelaku usaha.

“Untuk efektifitas kerja sama akan dilakukan promosi bersama dalam even pameran dan eksibisi di tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional,” kata Nona.

Apeksi Komwil VI, lanjut dia, akan menjalin kerja sama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dalam bentuk penyiapan inkubator bisnis bagi pembinaan pemuda sebagai pelaku usaha pemula.

“Apeksi akan merumuskan kerangka aksi bersama dengan menyesuaikan situasi dan kondisi perekonomian nasional, regional, dan masing-masing daerah,” kata Nona Duwila.

Wakil Wali Kota Palu Mulhanan Tombolatutu mendukung langkah Apeksi untuk bersatu memperjuangkan pembangunan infrastruktur di KTI. “Dengan persatuan akan menjadi satu kekuatan untuk menekan pemerintah pusat,” katanya.

Semiloka Apeksi Komwil VI dihadiri 10 dari 17 kota anggota di KTI, yakni Makassar, Parepare, Palopo, Kendari, Bau-Bau, dan Tomohon. Selain itu, Ambon, Ternate, Tidore, dan Palu selaku tuan rumah.

Sebelumnya, dalam kegiatan yang sama, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Hendra Lesmana mengatakan prospek perkembangan industri di KTI menjanjikan karena didukung letak geografis dan kekayaan alam memadai.

Hendra mengatakan kota di KTI umumnya berada pada alur pelayaran internasional sehingga terbuka peluang akses ke beberapa negara di wilayah Pasifik seperti Jepang, Hongkong, China, Korea Selatan, dan Filipina.

KTI juga memiliki potensi sumber daya alam berupa hasil tambang, pertanian, kehutanan dan kelautan, yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku industri.

Senada dengan rekomendasi Apeksi, Hendra menilai diperlukan pembenahan serius terhadap infrastruktur di KTI guna melecut daya saing. Infrastruktur ini, kata Hendra, meliputi pelabuhan, jalan, listrik, dan telekomunikasi.

Dalam perkembangan lain, pemerintah pusat dikabarkan merestui gagasan pembangunan Terusan Khatulistiwa yang menghubungkan Selat Makassar dan Teluk Tomini di wilayah Sulawesi.

Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju mengatakan pemerintah pusat bersedia mengucurkan dana Rp2 miliar untuk studi kelayakan dan desain.

“Dukungan dana ini berarti pemerintah pusat memberi respon positif. Anggarannya turun tahun ini juga,” kata Gubernur Paliudju di Palu, kemarin.

Rencana Terusan Khatulistiwa tercetus pertama kali dalam Forum Musyawarah Sulawesi IV di Palu 15 Januari 2008.
Menurut Paliudju, terdapat dua lokasi yang dapat dijadikan opsi pembangunan terusan yang akan memotong leher Pulau Sulawesi itu.

Opsi pertama sepanjang 18,5 km dengan tinggi 400 meter sehingga total material yang akan dikeruk sekitar tiga juta kubik. Opsi kedua 28,5 km dengan tinggi 70 meter dan total material dua juta kubik.

“Lokasi ini berada di wilayah Tambu dan Kasimbar, Kabupaten Donggala,” urainya. Jika Terusan Khatulistiwa terwujud, pihaknya memperkirakan terjadi efesiensi sekitar 138 mil laut jarak tempuh dari wilayah barat ke timur atau sebaliknya.

Ini dapat menghemat penggunaan bahan bakar senilai Rp19 triliun setahun dengan asumsi 1.000 kapal per tahun. Selain itu, akan memicu perkembangan ekonomi kawasan timur Indonesia sebab kapal-kapal dari luar, khususnya dari utara Indonesia seperti Korea dan Hongkong dapat langsung ke KTI melalui terusan itu.

“Dan yang terpenting keseimbangan pembangunan kawasan barat dan timur. Jika di Jawa ada jembatan Suramadu, apa yang salah jika di Sulawesi ada Terusan Khatulistiwa,” ujar Paliudju.