Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Kamis, Januari 08, 2009

KLS butuh 1 juta bibit sawit untuk plasma

MAKASSAR: PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) membutuhkan bibit sawit sebesar 1 juta pohon untuk pengembangan areal petani plasma di wilayah Kec. Toili dan Batui, Kab. Banggai, Sulawesi Tengah. “Kami sudah mendapat izin untuk pengadaan bibit sawit dari lokasi pembibitan di Medan dari Dirjen Perkebunan. Insya Allah dalam waktu dekat sudah bisa terealisasi,” kata Dirut PT KLS, Murad Husain, kemarin.


Menurut dia, potensi plasma di Kab. Banggai masih cukup besar, sehingga masih banyak lahan dapat diubah menjadi lahan produktif dengan pengembangan perkebunan sawit. Pada tahun 2008, lanjut dia, pihaknya juga telah mengembangkan areal plasma sekitar 3.000 ha. “Kalau tahun 2009 kami menargetkan sekitar 5.000 hingga 6.000 ha areal plasma yang baru,” paparnya.

Areal plasma yang telah dikembangkan oleh PT KLS di Toili mencapai 12.000 ha, jumlah ini yang terluas di kawasan timur Indonesia (KTI). “Terus terang saja sejak awal hanya KLS yang konsisten melakukan kemitraan dalam pengembangan sawit di Sulawesi,” paparnya.Dia mengemukakan model plasma adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pemberdayaan ekonomi rakyat. Karena itu, kata Murad, model inti-plasma dalam pengembangan sawit harus tetap dipertahankan dan bahkan dijadikan ketentuan yang diatur oleh peraturan daerah (perda).

“Kalau pengembangan perkebunan sawit pola inti-plasma diatur secara baik oleh daerah melalui perda, maka tidak ada lagi masyarakat di daerah sekitar areal perkebunan yang menjadi miskin,” tegasnya. Murad menambahkan pengembangan areal perkebunan sawit di tengah turunnya harga crude palm oil (CPO) dunia justru menjadi salah satu hal yang menantang bagi pengusaha.

“Kami selalu percaya pada keyakinan bahwa selama manusia masih membutuhkan bahan pangan dan bahan bakar, produk CPO tetap dibutuhkan oleh pasar. Kalau sekarang harga turun lagi, maka 4 tahun mendatang akan naik berkali-kali lipat,” paparnya. Pada tahun 1998, menurut Murad, pihaknya tengah mengembangkan areal perkebunan sawit yang ada saat ini. Waktu itu banyak yang kurang yakin bahwa tanaman sawit bakal menguntungkan.
“Bahkan ada yang bilang saya ini kurang kerjaan mengembangkan perkebunan sawit. Semua ini sudah terjawab karena harga CPO pernah mencapai 9.500 per kg. Bahkan petani yang ikut dalam program plasma taraf hidupnya jauh lebih baik dibanding yang tidak ikut ketika saya mengembangkan usaha ini,“ tegasnya.

Saat ini, ketika menghadapi krisis, banyak pengusaha yang mulai ragu mengenai pengembangan perkebunan sawit sehingga menunda ekspansi dan lain-lain. Murad mengatakan berdasarkan pengalaman justru pada saat krisis paling cocok untuk melakukan investasi pengembangan komoditas yang dinilai strategis untuk mendorong ekonomi di masa depan.

Karena itu, lanjut dia, pihaknya setuju pemerintah saat ini justru mengarahkan dana untuk pengembangan atau rehabilitasi tanaman hasil perkebunan termasuk sawit di wilayah Sumatera karena banyak yang usianya sudah lebih dari 25 tahun. Di Sulsel, fokusnya adalah pada peremajaan perkebunan kakao. “Kami butuh dana untuk pertanian karena masa depan Indonesia tetap di bidang pertanian termasuk industri yang terkait di dalamnya,” ujarnya.