MAKASSAR: Masyarakat memprotes keberadaan PT Seko Fajar Plantation (SFP) selaku pemegang Hak Guna Usaha (HGU) di Kab. Luwu Utara. Lahan yang digugat itu terletak di Kecamatan Seko yang terletak di Desa Padang Balua, Padang Raya, Taloto, Hono, Lodang, Marante dan Embonatana seluas 23.718 hektar telah dikuasai perusahaan sejak tahun 1995.
Camat Seko, Abdul Hakim Bukara mengemukakan Keresahan masyarakat terhadap keberadaan PT SFP yang menguasai lahan melebihi 85% luas wilayah Kecamatan Seko. Menurut Hakim perkebunan PT SFP meliputi areal perkampungan, sawah, kebun campuran, ladang, hutan belukar, hutan lebat, padang rumput dan semak belukar.
Masyarakat Seko telah melakukan persuratan secara resmi yang ditujukan kepada Bupati dan ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dari masing-masing desa lokasi HGU perusahaan sejak tahun lalu dan saat masyarakat masih menunggu keputusannya. “Masyarakat minta PT SFP beraktifitas, sebab sejak tahun 1996 hingga saat ini tidak ada lagi kegiatan dan aktifitas yang dilakukan perusahaan, Lokasi HGU yang dikuasai perusahaan ditelantarkan begitu saja telah menutup masyarakat Seko untuk memanfaatkan lokasi tersebut guna pengembangan usaha pertanian dan perkebunan,” ujarnya dalam press release yang dikirim Pemkab Luwu Utara, kepada Bisnis, kemarin.
Sesuai peruntukannya, lanjut Hakim, HGU PT SFP awalnya akan memanfaatkan lahannya untuk bidang perkebunan seperti teh hijau, kopi arabika, markisa dan tanaman hortikultura lainnya namun dalam pelaksanaannya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Bukti penguasaan HGU-nya tersendiri terlihat dalam sertifikat HGU Nomor 1/1996 tanggal 10 Agustus 1996 dengan lahan seluas 12.676 hektar dan berakhir hingga 16 Agustus 2020, sedangkan HGU yang kedua nomor 02/1996 tertanggal 16 Agustus 1996 seluas 11.042 hektar dan berakhir tanggal 16 Agustus 2020.
Sesuai prosedurnya masyarakat sudah melakukan persuratan secara resmi kepada Pemerintah dan ditembuskan kepada Mendagri, Kepala BPN pusat di Jakarta, Gubernur Sulsel, Pimpinan PT Seko di Jakarta. “Kita berharap kasus ini dapat diselesaikan secepat mungkin agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan di masyarakat,” ungkapnya.
Tunggak PBB
PT SFP Plantation penunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbesar yang ada di Kabupaten Luwu Utara.Berdasarkan data yang ada, tunggakan perusahaan tahun 2001 sebesar Rp 197.809.800 dan tahun 2005 Rp 109.578.200 dengan total Rp 307.388.000. Demikian dikemukakan Kepala Bagian Humas dan Protokol Luwu Utara, Syahruddin. Belum termasuk hitungan pajak tahun antaranya dan saat ini. Katanya bisa mencapai milyaran rupiah. Selain itu, menurut dia, pihak perusahaan juga telah mengabaikan dana kewajiban yang harus distor kepada Negara berupa uang wajib tahunan sebesar Rp 15.812.000 per tahun.
Camat Seko, Abdul Hakim Bukara mengemukakan Keresahan masyarakat terhadap keberadaan PT SFP yang menguasai lahan melebihi 85% luas wilayah Kecamatan Seko. Menurut Hakim perkebunan PT SFP meliputi areal perkampungan, sawah, kebun campuran, ladang, hutan belukar, hutan lebat, padang rumput dan semak belukar.
Masyarakat Seko telah melakukan persuratan secara resmi yang ditujukan kepada Bupati dan ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dari masing-masing desa lokasi HGU perusahaan sejak tahun lalu dan saat masyarakat masih menunggu keputusannya. “Masyarakat minta PT SFP beraktifitas, sebab sejak tahun 1996 hingga saat ini tidak ada lagi kegiatan dan aktifitas yang dilakukan perusahaan, Lokasi HGU yang dikuasai perusahaan ditelantarkan begitu saja telah menutup masyarakat Seko untuk memanfaatkan lokasi tersebut guna pengembangan usaha pertanian dan perkebunan,” ujarnya dalam press release yang dikirim Pemkab Luwu Utara, kepada Bisnis, kemarin.
Sesuai peruntukannya, lanjut Hakim, HGU PT SFP awalnya akan memanfaatkan lahannya untuk bidang perkebunan seperti teh hijau, kopi arabika, markisa dan tanaman hortikultura lainnya namun dalam pelaksanaannya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Bukti penguasaan HGU-nya tersendiri terlihat dalam sertifikat HGU Nomor 1/1996 tanggal 10 Agustus 1996 dengan lahan seluas 12.676 hektar dan berakhir hingga 16 Agustus 2020, sedangkan HGU yang kedua nomor 02/1996 tertanggal 16 Agustus 1996 seluas 11.042 hektar dan berakhir tanggal 16 Agustus 2020.
Sesuai prosedurnya masyarakat sudah melakukan persuratan secara resmi kepada Pemerintah dan ditembuskan kepada Mendagri, Kepala BPN pusat di Jakarta, Gubernur Sulsel, Pimpinan PT Seko di Jakarta. “Kita berharap kasus ini dapat diselesaikan secepat mungkin agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan di masyarakat,” ungkapnya.
Tunggak PBB
PT SFP Plantation penunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbesar yang ada di Kabupaten Luwu Utara.Berdasarkan data yang ada, tunggakan perusahaan tahun 2001 sebesar Rp 197.809.800 dan tahun 2005 Rp 109.578.200 dengan total Rp 307.388.000. Demikian dikemukakan Kepala Bagian Humas dan Protokol Luwu Utara, Syahruddin. Belum termasuk hitungan pajak tahun antaranya dan saat ini. Katanya bisa mencapai milyaran rupiah. Selain itu, menurut dia, pihak perusahaan juga telah mengabaikan dana kewajiban yang harus distor kepada Negara berupa uang wajib tahunan sebesar Rp 15.812.000 per tahun.