Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Selasa, Juni 16, 2009

Pedagang hasil bumi diduga curangi petani

KENDARI: Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Meterologi Sulawesi Tenggara menemukan sejumlah pedagang pengumpul hasil bumi yang melakukan kecurangan dengan menggunakan alat ukur timbang yang telah rusak. “Kami temukan sejumlah pedagang pengumpul di Sultra tidak jujur. Mereka menggunakan alat timbangan yang telah rusak sehingga merugikan petani seperti komoditas kakao,” kata Kepala UPTD Meterologi Sultra Sutomo di Kendari, kemarin.

Menurut Sutomo, pihaknya telah melakukan tera ulang terhadap sejumlah alat timbang milik pedagang pengumpul hasil bumi di Kabupaten Kolaka dan ditemukan tiga kasus yang melakukan kecurangan dengan timbangan ilegal. Pedagang pengumpul yang menggunakan timbangan rusak itu terbukti melanggar Pasal 32 Ayat 1 UU No.2 Tahun 1981 tentang Meterologi sehingga UPTD memproses kasus itu dan saat ini telah dilimpahkan ke pengadilan.

“Bagi pedagang yang menggunakan alat timbangan rusak bisa dituntut maksimal satu tahun penjara atau denda sebesar Rp1 juta,” ujarnya. Sutomo mengemukakan pelanggaran serupa diduga terjadi di hampir semua kabupaten dan kota di Sultra yang umumnya merupakan daerah penghasil komoditas pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Tera ulang
Terkait hal itu, kata Sutomo, dalam waktu dekat UPTD Meterologi Sultra akan melakukan tera ulang alat ukur perdagangan di kabupaten/kota lain di Sultra seperti Bau-bau dan Kendari. Selain pedagang hasil bumi, UPTD juga akan menera ulang timbangan pedagang di pasar tradisional dan pusat perbelanjaan lainnya.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sultra memperoleh akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk menguji mutu lima komoditas ekspor di provinsi itu.

Kepala UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Disperindag Irmanuddin di Kendari mengatakan, komoditas yang melalui proses uji itu adalah kakao, mete kupas, mete gelondongan, kopra, dan lada.

”Jadi perusahaan eksportir tidak perlu jauh-jauh lagi melakukan uji produk terhadap barang mereka untuk mendapatkan sertifikasi ekspor. Kami sudah mampu mengeluarkan sertifikasi ekspor,” papar Irmanuddin.

Tidak dilirik
Sayangnya, menurut dia, banyak eksportir belum mempercayai institusi yang melakukan uji mutu tersebut. ”Selama ini, para eksportir lebih memilih menggunakan surveyor di luar daerah,” ujar Irmanuddin. Dia menuturkan tidak diliriknya Balai PSMB disebabkan kurang sosialisasi. Hal itu tidak terlepas pula dari kompleksitas pengujian yang bisa dilakukan.

”Layanan kita masih sebatas pada sertifikasi mutu ekspor, sementara surveyor lain bisa memberikan layanan tambahan berupa sertifikasi karantina,” katanya. Hanya saja, katanya, andai pemerintah daerah tanggap, potensi yang dimiliki Disperindag Sultra ini bisa digunakan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Dia mengatakan pihaknya tengah memikirkan pembuatan peraturan daerah yang mewajibkan eksportir di daerah itu melakukan sertifikasi ekspor di Disperindag.

“Coba bayangkan betapa banyak potensi PAD yang hilang karena eksportir memilih melakukan uji mutu barang ke daerah lain. Padahal, barang itu dari Sultra,” katanya. Dijelaskan, untuk melakukan uji mutu, eksportir hanya dibebani biaya Rp40 per kg. ”Biaya itu sama dengan yang diterapkan di Sulawesi Selatan,” katanya.