Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Senin, April 06, 2009

Koran lokal, kian eksis di tengah krisis

Sejak April 09, kami tertarik untuk melihat persaingan terbuka antara Harian Fajar dan Harian Tribun Timur yang terbit di Makassar. Fajar adalah dari kelompok Jawa Pos dan Tribun Timur dengan bendera Persda Kompas. Bentuk persaingan itu tidak hanya dari kualitas informasi selama pemilu digelar, tetapi juga terkait dengan kualitas produk dan ketebalan halaman kedua koran itu.


Harian Fajar pagi ini mengumumkan terbit 48 halaman, tanpa peningkatan harga langganan dan harga eceran. Ini untuk menjawab iklan Tribun Timur yang mengiklankan dirinya mulai April 09 terbit 44 halaman. Tribun Timur sebelumnya terbit 32 halaman juga pernah beriklan yang sama dengan Fajar, yang intinya halaman bertambah harga tidak naik.

Kondisi ini tentu berbeda dengan wajah surat kabar nasional yang mulai merasa kegerahan dengan menipisnya iklan, kecuali iklan pemilu, sejak krisis global akhir Desember 2008. Harian Fajar dan Tribun Timur adalah contoh koran-koran daerah di wilayah KTI yang bangkit di saat krisis. Dari sisi pasar, memang kedua koran ini bersaing untuk merebut sekitar 100.000 pembaca media di Sulsel yang masih eksis. Oplah kedua media ini juga tidak selisih jauh. Harian Fajar oplahnya diperkirakan berkisar 35.000, sedangkan Tribun Timur berkisar 25.000 eks (baru dalam usia 4 tahun). Sebagai koran umum, kedua media tersebut boleh dibilang panen iklan pemilu. Bahkan Tribun Timur dan Fajar pada akhir masa kampanye tanggal 5 April 2009 berhasil membukukan terbit 52 halaman.

Pada masa kampanye komposisi iklan mencapai 70%, sisanya 30% dikavling iklan produk. Setiap hari rata-rata halaman iklan mencapai 15 sampai 20 halaman. Fakta yang sama juga terjadi di kota minyak Balikpapan, Kaltim. Dua koran besar yakni Kaltim Pos (jawa Pos GroupJ) dan Tribun Kaltim (Persda) juga bersaing ketat. Peningkatan halaman dan menurunkan tarif iklan dilakukan untuk memenuhi ambisi menjadi koran terdepan di Kaltim.

Di Manado, sejak Tribun Manado hadir, Manado Pos mulai meningkatkan kualitas produknya. Kemungkinan besar mulai dari gaji karyawan/wartawan hingga halaman koran juga ditingkatkan. Artinya terjadi peningkatan biaya yang luar biasa besar pada Harian Manado Pos, sama seperti yang terjadi pada harian Fajar, empat tahun silam, ketika Tribun Timur terbit. Namun bagi koran-koran yang sudah eksis di daerah, peningkatan biaya tidak akan berpengaruh pada penurunan kualitas produk.

Hasil tour tiga hari ke Solo dan Jogja selama masa kampanye, saya juga membandingkan bagaimana kekuatan iklan koran-koran daerah, mulai dari koran Kedaulatan Rakyat (Jogja) yang tertua dan koran paling muda yakni koran Harian Jogja (kelompok usaha JAG/Bisnis Indonesia). Dari sisi sirkulasi, harus diakui bahwa koran-koran yang eksis di Jateng seperti Suara Merdeka, Solopos, dan Kedaulatan Rakyat, mungkin lebih besar. Namun selama pemilu koran-koran di wilayah KTI seperti Kaltim Pos, Tribun, dan Fajar masih lebih agresif meraup pasar iklan.

Tetapi fenomena koran daerah secara umum, kini mulai berbanding terbalik dengan koran-koran nasional umumnya. Jika krisis ini hanya kita alami pada tahun 2009, maka event pemilu legislatif dan pilpres telah menolong Koran-koran daerah bertahan dan tetap eksis. Sama halnya mungkin dengan media Elektronik TV, yang juga panen iklan pemilu yang murah dan meriah.

Pesan pertama yang ingin kami sampaikan adalah koran nasional yang terbit di Jakarta, di luar Kompas, harus diakui mulai kehilangan pengaruh untuk mengambil porsi iklan lebih besar lagi. Pemasang iklan sudah sangat percaya bahwa memasang iklan di koran daerah jauh lebih efektif karena jumlah oplah dan wilayah edarnya lebih besar dan luas. Pesan kedua, dalam menghadapi krisis seperti sekarang, pengelola koran-koran nasional harus mulai melakukan evaluasi secara menyeluruh, mulai kebijakan tarif iklan hingga pada kualitas informasinya.

Pesan ketiga adalah, biro iklan juga sudah sangat paham kekuatan koran-koran nasional di daerah tidak sekuat koran-koran eksis di daerah. Kekuatan utamanya adalah jumlah sirkulasi koran lokal lebih besar, sedangkan untuk koran nasional hanya terletak pada brand koran tersebut.

Pesan keempat, dalam kondisi darurat seberat apa pun koran-koran nasional harus berburu untuk melakukan cetak jarak jauh (CJJ) di sejumlah kota guna mempertahankan brandnya sebagai koran nasional. Selain Kompas, Bisnis Indonesia juga menjadi koran ekonomi yang menerobos CJJ di lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Makassar, Surabaya, Semarang/Jogja, dan Medan.