MAKASSAR: Pemerintah pusat mengalokasikan dana Rp2,66 triliun untuk pupuk bersubsidi di Sulsel. Dana ini bagian dari Rp17 triliun yang dibagikan kepada 33 provinsi di Tanah Air. Data Dinas Pertanian, Hortikultura, dan Tanaman Pangan (Pertaman) Sulsel menunjukkan alokasi pupuk untuk daerah ini meliputi urea 300.000 ton, super pos 50.000 ton, ZA 60.000 ton, NPK 65.000 ton, dan organik 12.550 ton.
Wakil Kepala Dinas Pertaman Syukri mengatakan persediaan pupuk untuk petani hingga Juni ditanggung aman. Menurutnya, stok selalu tersedia, tak pernah ada kelangkaan. “Persediaan pupuk aman, jangan khawatir. Tapi syaratnya, petani harus punya RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok). Jika tidak ada RDKK, pupuk tak akan disalurkan,” kata Syukri, kemarin.
Berbagai jenis pupuk itu dijual dengan harga per kg masing-masing urea Rp1.200, super pos Rp1.550, ZA Rp1.050, NPK Rp1.750, dan organik Rp500. Khusus harga pupuk organik tahun 2009 turun 50% dari tahun 2008 Rp1.000 per kg menjadi Rp500 per kg. Menurut dia, tahun 2008 melalui program RDKK, pupuk hanya disalurkan bagi petani padi. Tapi kenyataannya, ada petani menggunakan pupuk bukan untuk padi.
Karena itu pada tahun ini pupuk tidak dikhususkan bagi petani padi tetapi untuk semua petani. Kepala Sub Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertaman Muhammad Ishak mengatakan bukan tidak mungkin subsidi pupuk akan bertambah, sebab ketersediaan pupuk dipengaruhi kondisi cuaca atau iklim. Seperti saat musim hujan melimpah biasanya luas tanam bertambah. “Saat seperti itulah permintaan pupuk tinggi,” ujar Ishak.
Namun dia menjamin kelangkaan sulit terjadi sebab ada program pemerintah pusat tentang realokasi pengalihan subsidi pupuk pada daerah yang lebih membutuhkan. “Dari ketersediaan bahan pendukung petani ini, pemda optimis akan menghasilkan surplus beras 2 juta ton dan jagung 1,5 juta ton,” kata Syukri.
Lahan usaha
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulsel Abdul Rahman Daeng Tayang yang dihubungi terpisah, mengatakan kebijakan pemerintah atas subsidi pupuk adalah angin segar bagi petani dan nelayan di Sulsel. Tapi ironisnya, kebijakan tersebut belum dirasakan oleh petani sendiri, sebab subsidi pupuk dijadikan lahan usaha. “Jadi kalau sudah jadi usaha berarti bukan subsidi lagi,” katanya, kemarin.
Rahman berpendapat subsidi pupuk bisa baik jika sistem penyaluran diubah. Solusinya adalah mengembalikan pengelolaan kepada Departemen Pertanian, bukan ditangani Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu, Rahman berharap distributor pupuk dihilangkan dalam mata rantai distribusi. Menurutnya, kepentingan distributor biasanya murni bisnis. “Petani akan semakin tersiksa, sebab pupuk subsidi dijadikan bisnis. Saya kira ini sudah tidak benar,” tuturnya.
Di Sulsel, distribusi pupuk ke daerah harganya bisa berlipat ganda dari harga pemerintah, sebab harga telah dipermainkan distributor. “Ini yang membuat risau, bukankah cara ini sesu-atu yang salah,” imbuhnya. Dia mengusulkan penyaluran pupuk bersubsidi diserahkan kepada tiga lembaga ekonomi yang berbasis petani, yakni Koperasi Unit Desa, Koperasi Tani, dan Gabungan Kelompok Tani.
Wakil Kepala Dinas Pertaman Syukri mengatakan persediaan pupuk untuk petani hingga Juni ditanggung aman. Menurutnya, stok selalu tersedia, tak pernah ada kelangkaan. “Persediaan pupuk aman, jangan khawatir. Tapi syaratnya, petani harus punya RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok). Jika tidak ada RDKK, pupuk tak akan disalurkan,” kata Syukri, kemarin.
Berbagai jenis pupuk itu dijual dengan harga per kg masing-masing urea Rp1.200, super pos Rp1.550, ZA Rp1.050, NPK Rp1.750, dan organik Rp500. Khusus harga pupuk organik tahun 2009 turun 50% dari tahun 2008 Rp1.000 per kg menjadi Rp500 per kg. Menurut dia, tahun 2008 melalui program RDKK, pupuk hanya disalurkan bagi petani padi. Tapi kenyataannya, ada petani menggunakan pupuk bukan untuk padi.
Karena itu pada tahun ini pupuk tidak dikhususkan bagi petani padi tetapi untuk semua petani. Kepala Sub Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertaman Muhammad Ishak mengatakan bukan tidak mungkin subsidi pupuk akan bertambah, sebab ketersediaan pupuk dipengaruhi kondisi cuaca atau iklim. Seperti saat musim hujan melimpah biasanya luas tanam bertambah. “Saat seperti itulah permintaan pupuk tinggi,” ujar Ishak.
Namun dia menjamin kelangkaan sulit terjadi sebab ada program pemerintah pusat tentang realokasi pengalihan subsidi pupuk pada daerah yang lebih membutuhkan. “Dari ketersediaan bahan pendukung petani ini, pemda optimis akan menghasilkan surplus beras 2 juta ton dan jagung 1,5 juta ton,” kata Syukri.
Lahan usaha
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulsel Abdul Rahman Daeng Tayang yang dihubungi terpisah, mengatakan kebijakan pemerintah atas subsidi pupuk adalah angin segar bagi petani dan nelayan di Sulsel. Tapi ironisnya, kebijakan tersebut belum dirasakan oleh petani sendiri, sebab subsidi pupuk dijadikan lahan usaha. “Jadi kalau sudah jadi usaha berarti bukan subsidi lagi,” katanya, kemarin.
Rahman berpendapat subsidi pupuk bisa baik jika sistem penyaluran diubah. Solusinya adalah mengembalikan pengelolaan kepada Departemen Pertanian, bukan ditangani Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu, Rahman berharap distributor pupuk dihilangkan dalam mata rantai distribusi. Menurutnya, kepentingan distributor biasanya murni bisnis. “Petani akan semakin tersiksa, sebab pupuk subsidi dijadikan bisnis. Saya kira ini sudah tidak benar,” tuturnya.
Di Sulsel, distribusi pupuk ke daerah harganya bisa berlipat ganda dari harga pemerintah, sebab harga telah dipermainkan distributor. “Ini yang membuat risau, bukankah cara ini sesu-atu yang salah,” imbuhnya. Dia mengusulkan penyaluran pupuk bersubsidi diserahkan kepada tiga lembaga ekonomi yang berbasis petani, yakni Koperasi Unit Desa, Koperasi Tani, dan Gabungan Kelompok Tani.