Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Selasa, April 28, 2009

“Tanpa JK, sulit pacu KTI”

MAKASSAR: Pengamat ekonomi Universitas Hasanuddin, Hamid Paddu pesimis dengan pembangunan infrastruktur di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI), jika posisi Jusuf Kalla (JK) tidak lagi berada di pemerintahan. Dia mengatakan kebijakan ekonomi pemerintahan tanpa JK diperkirakan tidak akan fokus seperti sebelumnya. Apalagi jika pemerintahan

mendatang ke-berpihakannya terhadap ekonomi wilayah di luar Jawa belum optimal tidak fokus. “Terus terang saja kehadiran JK dalam panggung politik nasional sangat strategis dalam rangka membongkar paradigma pemerintahan yang sentralistik menunju perimbangan wilayah yang kuat,” katanya kepada Bisnis, di Makassar, kemarin.

Dia mengamati bahwa selama 4 tahun menjadi Wakil Presiden JK telah mendrive (menjalankan) politik anggaran sehingga mengalami perubahan signifikan. Ini bisa dirasakan oleh KTI, termasuk Kalimantan, dan sebagian wilayah Sumatera, khususnya Daerah Istimewa Aceh. Termasuk Sulsel juga bisa memperoleh Bandara Hasanuddin karena adanya kebijakan anggaran yang terfokus. Bukan hanya Sulsel, tetapi daerah seperti Sumatera Utara juga mendapatkan alokasi dana pengembangan bandara baru.

“Sejak Indonesia merdeka, kita baru sekarang mendapatkan fasilitas Bandara Hasanuddin yang modern. Ini karena sebuah ide dari JK yang mendorong posisi Makassar sebagai pintu gerbang KTI,” ujarnya. Dia mengemukakan, Jusuf Kalla telah berhasil membawa perubahan pola pikir dalam pemerintahan dengan meningkatkan fasilitas infrastruktur, khususnya daerah-daerah potensi di luar Jawa yang menjadi kantong-kantong ekonomi baru.

“Seorang JK sangat memahami apa yang dibutuhkan oleh daerah. Misalnya, listrik dengan adanya kebijakan energi pembanguan 10.000 MW, daerah-daerah di luar Jawa juga akan mendapatkan fasilitas listrik yang memadai,” tegasnya.

Begitu juga dengan jalan, seperti trans Kalimantan, trans Sumatera, dan trans Sulawesi. “Dengan komitmen yang tinggi, JK bisa mendorong alokasi anggaran untuk poros ekonomi itu,” paparnya. Kebijakan anggaran selama pemerintahan SBY-JK tidak hanya di bidang infrastruktur, tetapi di sektor politik pangan juga berhasil. Ini bisa dilihat dari pencapaian angka produksi swasembada gula dan beras yang selama ini dijadikan sebagai komoditas impor.

Menurut dia, kekhawatiran akan terjadi perubahan kebijakan ekonomi, pasca pecahnya koalisi Partai Golkar dan Partai Demokrat. “Kalau jangka pendek mungkin belum terasa, tetapi jangka panjang akan berdampak langsung pada daerah-daerah yang selama ini mendapat perhatian JK,” ujarnya.

JK juga menggunakan kekuatan Partai Golkar untuk mendorong pengembangan ekonomi wilayah, sehingga itu gagasan besar yang lahir dari pemikiran pemerintah mendapat songkongan dari parlemen.

Ke depan, katanya, hubungan pemerintahan dan legislatif dinilai tidak akan efektif, apabila kekuatan partai Golkar, PDIP, dan PPP berada di luar pemerintahan. Berdasarkan catatan Bisnis, kebijakan anggaran untuk peningkatan infrastruktur di wilayah Sulawesi bisa dilihat dari alokasi dana untuk poros trans Sulawesi menelan dana sebesar Rp600 miliar.

Selain itu alokasi dana juga diarahkan untuk peningkatan sarana pertanian antara lain dana yang disiapkan untuk pengembangan program rehabilitasi kakao di Sulawesi mencapai Rp1 triliun yang dialokasi untuk dua tahun anggaran.