MAKASSAR: Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulsel melayangkan surat protes resmi kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu terkait rencana pemberlakuan wajib letter of credit (L/C) mulai 5 Maret 2009.
Ketentuan dalam Peraturan Mendag No.1/M-DAG/PER/1/2009 itu mewajibkan L/C untuk komoditas sawit, kakao, kopi, karet, timah batangan, dan produk tambang. Saat diterbitkan, pemerintah beralasan kebijakan itu untuk pengamanan sektor riil, melancarkan arus devisa, dan pembiayaan perdagangan. Selain itu, wajib L/C untuk tertib usaha, pelestarian sumber daya alam, dan memperlancar perolehan devisa.Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Sulsel Hasan Majadi mengemukakan surat Disperindag No.550/Daglu/II/2009/Indag itu merupakan bukti komitmen pemerintah daerah melindungi eksportir lokal, khususnya yang bergerak di bidang pertanian.
Dia menilai pemberlakuan kewajiban membuka rekening L/C bagi eksportir justru kontra produktif sebab menimbulkan hambatan (barrier) baru dalam ekonomi, yang berujung biaya tinggi. “Hari ini (kemarin) surat kebe-ratan terhadap aturan L/C kami kirim. Surat ditandatangani langsung Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Amal Natsir,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut Hasan, ada tiga alasan penerbitan surat. Pertama, sistem pre shipment financing (pembayaran sebelum barang dikapalkan) dalam transaksi ekspor sudah mudah, cepat, dan optimal. Kedua, akan menciptakan double financing bagi eksportir sebab mereka harus membuka rekening L/C dan menyetor jaminan sebesar nilai transaksi.
Selanjutnya, ungkapnya, eks-portir akan dibebani pengeluaran pajak baru sebesar 5% untuk biaya provisi, test key, dan advice. “Kami minta ditunda 2009, hingga pengusaha siap. Kalau bisa tidak usah sama sekali aturan tersebut selama-lamanya,” katanya. Dia mengaku L/C dapat memberi keamanan dan jaminan bagi eksportir.
Meski demikian, dia tetap merasa kebijakan itu membuat transaksi eksportir tidak efisien. “Kami lebih memilih eksportir diberi keleluasaan bertransaksi dan tidak lagi diberatkan dengan aturan baru yang akan membuat mereka semakin sulit bertahan di era krisis global,” ujarnya.
Ketentuan dalam Peraturan Mendag No.1/M-DAG/PER/1/2009 itu mewajibkan L/C untuk komoditas sawit, kakao, kopi, karet, timah batangan, dan produk tambang. Saat diterbitkan, pemerintah beralasan kebijakan itu untuk pengamanan sektor riil, melancarkan arus devisa, dan pembiayaan perdagangan. Selain itu, wajib L/C untuk tertib usaha, pelestarian sumber daya alam, dan memperlancar perolehan devisa.Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Sulsel Hasan Majadi mengemukakan surat Disperindag No.550/Daglu/II/2009/Indag itu merupakan bukti komitmen pemerintah daerah melindungi eksportir lokal, khususnya yang bergerak di bidang pertanian.
Dia menilai pemberlakuan kewajiban membuka rekening L/C bagi eksportir justru kontra produktif sebab menimbulkan hambatan (barrier) baru dalam ekonomi, yang berujung biaya tinggi. “Hari ini (kemarin) surat kebe-ratan terhadap aturan L/C kami kirim. Surat ditandatangani langsung Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Amal Natsir,” ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut Hasan, ada tiga alasan penerbitan surat. Pertama, sistem pre shipment financing (pembayaran sebelum barang dikapalkan) dalam transaksi ekspor sudah mudah, cepat, dan optimal. Kedua, akan menciptakan double financing bagi eksportir sebab mereka harus membuka rekening L/C dan menyetor jaminan sebesar nilai transaksi.
Selanjutnya, ungkapnya, eks-portir akan dibebani pengeluaran pajak baru sebesar 5% untuk biaya provisi, test key, dan advice. “Kami minta ditunda 2009, hingga pengusaha siap. Kalau bisa tidak usah sama sekali aturan tersebut selama-lamanya,” katanya. Dia mengaku L/C dapat memberi keamanan dan jaminan bagi eksportir.
Meski demikian, dia tetap merasa kebijakan itu membuat transaksi eksportir tidak efisien. “Kami lebih memilih eksportir diberi keleluasaan bertransaksi dan tidak lagi diberatkan dengan aturan baru yang akan membuat mereka semakin sulit bertahan di era krisis global,” ujarnya.