Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Rabu, Februari 25, 2009

‘Manajemen konstruksi flyover Makassar buruk’

MAKASSAR: Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sulawesi Selatan menilai lambatnya penyelesaian megaproyek flyover atau jalan layang Urip Sumoharjo, Makassar, yang dibangun sejak Desember 2006 disebabkan buruknya manajemen konstruksi. Sekretaris MTI Sulsel Lambang Basri Said mengatakan salah satu faktor keburukan konstruksi terlihat dari penataan arus lalu lintas yang tidak dianggarkan sehingga menimbulkan kemacetan di seluruh ruas jalan lokasi proyek.

Menurut Lambang, berdasarkan hasil kajian, kerugian pengguna jalan akibat kemacetan mencapai ratusan juta rupiah per hari. “Kalau kontraktor benar siap mengerjakan megaproyek ini, konsentrasi awal sebelum memulai pembangunan harusnya menata arus lalu lintas sehingga tidak menimbulkan macet,” kata Lambang, kemarin.

Dia mengatakan alasan yang kerap diungkapkan kontraktor, yakni minimnya anggaran dan faktor pembebasan lahan bukan masalah utama yang memperlambat penyelesaian jalan layang tersebut. “Dalam hal ini, lahan dan anggaran sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan, karena untuk memenangkan tender saja mereka bisa membuang Rp11 miliar lebih,” tekan Lambang.

Dia menambahkan, proyek yang menelan anggaran sebesar Rp54 miliar dari APBN itu seharusnya rampung pada 2007. Namun, sampai saat ini belum selesai sehingga kontrak diperpanjang sesuai addendum hingga September 2009. Hal senada dikemukakan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Sulselbar. Lembaga ini mengaku mene-mukan sejumlah penyimpangan teknis yang dilakukan PT Sumbersari Ciptamarga sebagai kontraktor proyek flyover.

Sekretaris I LPJK Sulselbar Abdul Rahman Djamaluddin mengatakan dari kunjungan LPJK akhir 2008, ditemukan penimbunan jembatan dari arah barat Jl. Urip Sumoharjo ke timur di Jl. AP. Pettarani - Jl Tol Reformasi, tidak memenuhi prosedur teknis. Selain itu, LPJK juga menemukan tidak ada penanggung jawab serta tenaga ahli yang menanganinya. Hal ini, kata dia, berdasarkan pengakuan satuan kerja dan konsultan proyek.

“Proyek yang tidak memiliki tenaga ahli dan penanggung jawab berpotensi mengalami masalah pelik, misalnya keterlambatan dan menyalahi bestek. LPJK Sulselbar akan mengirim hasil temuan ke LPJK di Jakarta untuk menindaklanjutinya,” kata Rahman. Tidak hanya itu, Rahman menambahkan alat berat yang digunakan kontraktor selama ini kurang memadai karena kapasitasnya kecil. “Beberapa masalah ini yang memicu keterlambatan proyek flyover,” imbuhnya.