KENDARI: Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan jajaran pemerintah daerah di Sulawesi Tenggara agar memberdayakan masyarakat penambang emas di Kabupaten Bombana sehingga mereka lebih sejahtera. “Jangan mereka diusir dari lokasi tambang, tetapi ajari mereka cara menambang yang baik,” kata Jusuf Kalla ketika membuka rapat koordinasi antar kabupaten dan kota se-Sultra di Kendari, kemarin.
Menurut Kalla, potensi tambang emas di Bombana harus dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat. Karena itu, katanya, peran pemerintah dibutuhkan untuk mengatur pengelolaan hasil alam ini.
“Saya tidak ingin kita mengulang kesalahan masa lalu, di mana rakyat dan daerah tidak memperoleh apa-apa dari potensi alam yang dimiliki. Semua hasil tambang dikuasai asing, rakyat hanya jadi penonton,” paparnya.Kalla mengatakan akan meme-rintahkan Kementerian Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) mengirim tenaga ahli pertambangan untuk mendidik rakyat di daerah itu bagaimana menjadi penambang yang baik dan tidak menganggu lingkungan. “Saya tidak mau dengar lagi rakyat diusir-usir. Sudah bukan waktunya lagi kita menggunakan kekuasaan untuk mengusir rakyat, tetapi sebaliknya pemerintah memberdayakan para penambang agar mereka lebih sejahtera,” ujarnya.
Lebih adil
Kalla mengatakan pengembangan ekonomi di kawasan timur Indonesia harus melibatkan masyarakat. “Terus terang saja, pola perkebunan di KTI jauh lebih adil dibandingkan dengan wilayah Sumatra,” katanya. Menurut Wapres, pemilik perkebunan kakao, sawit, dan mente di KTI sebagian besar adalah para petani. “Beda di Sumatra pemiliknya adalah PT (perseroan terbatas) dan pemegang sahamnya ada di Jakarta, Malaysia, atau Singapura,” kilahnya.
Pola perkebunan yang baik, jelasnya, harus melibatkan inti untuk membangun pabrik dan melibatkan plasma karena mereka memiliki lahan. Dengan pola ini, kata Wapres, rakyat akan menjadi sejahtera dan pembangunan daerah itu akan semakin nyata. Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan provinsi itu memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Dia menyebutkan di bidang tambang, misalnya, Sultra memiliki cadangan nikel, emas, aspal, dan hasil minyak bumi.
Nur Alam mengemukakan untuk tambang akan masuk investasi pengolahan biji nikel menjadi stainless senilai Rp7,3 triliun oleh PT Aneka Tambang bersama salah satu perusahaan asing. Sementara itu, katanya, Bin Laden Group akan menanamkan investasi rice estate senilai Rp14 triliun. “Kami optimis investasi tersebut mampu meningkatkan ekonomi daerah ini,” ujarnya.
Pemprov Sultra telah menyiapkan lahan 6.000 hektare di Kabupaten Konawe bagi Bin Laden Group yang dikabarkan siap menggelontorkan Rp14 triliun dalam bisnis ini. Bin Laden Group mewakili sebuah konsorsium investor pangan negara-negara Timur Tengah. Nota kesepahaman rencana investasi telah ditandatangani di Jakarta pada 14 Agustus 2008.
Investasi sektor pangan di Sultra yang merupakan investasi asing langsung itu membutuhkan lahan seluas 160.000 ha. Pemprov Sultra dalam MoU menyepakati penyediaan awal 80.000 ha lahan, sedangkan konsorsium Timur Tengah akan menyuplai benih, perangkat teknologi tinggi, dana, dan manajemen.
Menurut Kalla, potensi tambang emas di Bombana harus dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat. Karena itu, katanya, peran pemerintah dibutuhkan untuk mengatur pengelolaan hasil alam ini.
“Saya tidak ingin kita mengulang kesalahan masa lalu, di mana rakyat dan daerah tidak memperoleh apa-apa dari potensi alam yang dimiliki. Semua hasil tambang dikuasai asing, rakyat hanya jadi penonton,” paparnya.Kalla mengatakan akan meme-rintahkan Kementerian Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) mengirim tenaga ahli pertambangan untuk mendidik rakyat di daerah itu bagaimana menjadi penambang yang baik dan tidak menganggu lingkungan. “Saya tidak mau dengar lagi rakyat diusir-usir. Sudah bukan waktunya lagi kita menggunakan kekuasaan untuk mengusir rakyat, tetapi sebaliknya pemerintah memberdayakan para penambang agar mereka lebih sejahtera,” ujarnya.
Lebih adil
Kalla mengatakan pengembangan ekonomi di kawasan timur Indonesia harus melibatkan masyarakat. “Terus terang saja, pola perkebunan di KTI jauh lebih adil dibandingkan dengan wilayah Sumatra,” katanya. Menurut Wapres, pemilik perkebunan kakao, sawit, dan mente di KTI sebagian besar adalah para petani. “Beda di Sumatra pemiliknya adalah PT (perseroan terbatas) dan pemegang sahamnya ada di Jakarta, Malaysia, atau Singapura,” kilahnya.
Pola perkebunan yang baik, jelasnya, harus melibatkan inti untuk membangun pabrik dan melibatkan plasma karena mereka memiliki lahan. Dengan pola ini, kata Wapres, rakyat akan menjadi sejahtera dan pembangunan daerah itu akan semakin nyata. Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan provinsi itu memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Dia menyebutkan di bidang tambang, misalnya, Sultra memiliki cadangan nikel, emas, aspal, dan hasil minyak bumi.
Nur Alam mengemukakan untuk tambang akan masuk investasi pengolahan biji nikel menjadi stainless senilai Rp7,3 triliun oleh PT Aneka Tambang bersama salah satu perusahaan asing. Sementara itu, katanya, Bin Laden Group akan menanamkan investasi rice estate senilai Rp14 triliun. “Kami optimis investasi tersebut mampu meningkatkan ekonomi daerah ini,” ujarnya.
Pemprov Sultra telah menyiapkan lahan 6.000 hektare di Kabupaten Konawe bagi Bin Laden Group yang dikabarkan siap menggelontorkan Rp14 triliun dalam bisnis ini. Bin Laden Group mewakili sebuah konsorsium investor pangan negara-negara Timur Tengah. Nota kesepahaman rencana investasi telah ditandatangani di Jakarta pada 14 Agustus 2008.
Investasi sektor pangan di Sultra yang merupakan investasi asing langsung itu membutuhkan lahan seluas 160.000 ha. Pemprov Sultra dalam MoU menyepakati penyediaan awal 80.000 ha lahan, sedangkan konsorsium Timur Tengah akan menyuplai benih, perangkat teknologi tinggi, dana, dan manajemen.