KENDARI: Pemerintah pu-sat mengalokasikan Rp57 miliar untuk pengembangan Pelabuhan Murhum, Baubau, Sultra. Demikian disampaikan Anggota DPRD Baubau La Ode Yasin Mazadu saat dihubungi, kemarin. Yasin mengatakan, anggaran ini untuk pengembangan sektor timur pelabuhan tersebut. Rencananya, sektor timur dibangun dengan konstruksi semi kontainer sepanjang 150 meter.
Untuk itu, kata Yasin, DPRD akan berkoordinasi dengan Pemkot Baubau terkait pelaksanaan pembangunan pelabuhan itu. ”Di sektor timur pelabuhan ternyata ada pelabuhan feri. Jika kita lakukan pembangunan di sana, akan menghalangi keluar masuk kapal feri,” kata Yasin.
Rencananya, pelabuhan feri akan dipindahkan dulu sebelum pembangunan pelabuhan dilakukan. Mengenai ke mana pelabuhan feri dipindahkan, menurut Yasin, masih dalam tahap pembahasan. ”Kami belum memutuskan daerah mana yang akan dijadikan pelabuhan feri baru,” ungkapnya.
Selain pengembangan kawasan pelabuhan, pihak DPRD juga terus mendesak perbaikan salah satu bagian pelabuhan yang rusak akibat tertabrak kapal. ”Kami mendesak perusahaan pemilik kapal bertanggung jawab atas kerusakan pelabuhan yang panjangnya mencapai 30 meter,” jelas Yasin. Pelabuhan Murhum merupakan pelabuhan yang sangat strategis untuk pelayaran nasional karena lebih mudah dijangkau dari semua arah.
Kegiatan ekonomi di Pelabuhan Murhum lebih pesat dibandingkan dengan dua pelabuhan besar lainnya di Sultra, yakni Pelabuhan Kendari dan Kolaka. Dalam konsep pembangunan Pemkot Baubau, pelabuhan ini dibangun untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan demi mendukung program jangka panjang menjadikan Kota Baubau Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Karena itu kebutuhan dan fasilitas yang terkait dengan pembangunan pelabuhan akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan. Rencana pengembangan Pelabuhan Murhum meliputi reklamasi, pembangunan penahan dan pengikat talud, penambahan trestel dermaga, pengembangan ruang kawasan, dan pembangunan terminal penumpang.
Selain itu, pembangunan gudang transit, penambahan lapangan penumpukan peti kemas, perluas-an areal parkir dan pos jaga, penambahan pagar pengaman, penambahan jalan akses dan pengaman, serta pembangunan jembatan penghubung. Berbeda dengan Pelabuhan Kendari yang merupakan cabang dari PT Pelindo IV (Persero) Makassar, Pelabuhan Baubau berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Dephub dengan status unit pelaksana teknis (UPT).
Wali Kota Baubau Amirul Tamim jauh sebelumnya mengatakan pihaknya memang sangat berminat menangani pelaksanaan kegiatan Pelabuhan Bau-Bau. Sebelum mengajukan proposal ke pemerintah pusat, Wali Kota kini menyiapkan rancangan peraturan daerah bagi pembentukan BUMD yang akan mengelola Pelabuhan Baubau. Dia juga menyatakan sudah mendapat lampu hijau dari Departemen Perhubungan maupun Departemen Keuangan tentang pengembangan Pelabuhan Baubau.
Nama Pelabuhan Murhum sangat identik dengan Baubau. Bahkan dua nama ini tidak bisa dipisahkan karena saling melengkapi. Baubau dikenal sebagai kota pelabuhan karena Pelabuhan Murhum yang hanya berjarak sekitar tiga km dari Keraton Baubau. Nama Pelabuhan Murhum merujuk pada kebesaran Raja Buton Kaimuddin. Dia adalah Raja Buton VI sekaligus Sultan Buton pertama. Setelah wafat, Kaimuddin dikenal dengan nama Murhum, yang berasal dari kata almarhum.
Untuk itu, kata Yasin, DPRD akan berkoordinasi dengan Pemkot Baubau terkait pelaksanaan pembangunan pelabuhan itu. ”Di sektor timur pelabuhan ternyata ada pelabuhan feri. Jika kita lakukan pembangunan di sana, akan menghalangi keluar masuk kapal feri,” kata Yasin.
Rencananya, pelabuhan feri akan dipindahkan dulu sebelum pembangunan pelabuhan dilakukan. Mengenai ke mana pelabuhan feri dipindahkan, menurut Yasin, masih dalam tahap pembahasan. ”Kami belum memutuskan daerah mana yang akan dijadikan pelabuhan feri baru,” ungkapnya.
Selain pengembangan kawasan pelabuhan, pihak DPRD juga terus mendesak perbaikan salah satu bagian pelabuhan yang rusak akibat tertabrak kapal. ”Kami mendesak perusahaan pemilik kapal bertanggung jawab atas kerusakan pelabuhan yang panjangnya mencapai 30 meter,” jelas Yasin. Pelabuhan Murhum merupakan pelabuhan yang sangat strategis untuk pelayaran nasional karena lebih mudah dijangkau dari semua arah.
Kegiatan ekonomi di Pelabuhan Murhum lebih pesat dibandingkan dengan dua pelabuhan besar lainnya di Sultra, yakni Pelabuhan Kendari dan Kolaka. Dalam konsep pembangunan Pemkot Baubau, pelabuhan ini dibangun untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan demi mendukung program jangka panjang menjadikan Kota Baubau Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Karena itu kebutuhan dan fasilitas yang terkait dengan pembangunan pelabuhan akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan. Rencana pengembangan Pelabuhan Murhum meliputi reklamasi, pembangunan penahan dan pengikat talud, penambahan trestel dermaga, pengembangan ruang kawasan, dan pembangunan terminal penumpang.
Selain itu, pembangunan gudang transit, penambahan lapangan penumpukan peti kemas, perluas-an areal parkir dan pos jaga, penambahan pagar pengaman, penambahan jalan akses dan pengaman, serta pembangunan jembatan penghubung. Berbeda dengan Pelabuhan Kendari yang merupakan cabang dari PT Pelindo IV (Persero) Makassar, Pelabuhan Baubau berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Dephub dengan status unit pelaksana teknis (UPT).
Wali Kota Baubau Amirul Tamim jauh sebelumnya mengatakan pihaknya memang sangat berminat menangani pelaksanaan kegiatan Pelabuhan Bau-Bau. Sebelum mengajukan proposal ke pemerintah pusat, Wali Kota kini menyiapkan rancangan peraturan daerah bagi pembentukan BUMD yang akan mengelola Pelabuhan Baubau. Dia juga menyatakan sudah mendapat lampu hijau dari Departemen Perhubungan maupun Departemen Keuangan tentang pengembangan Pelabuhan Baubau.
Nama Pelabuhan Murhum sangat identik dengan Baubau. Bahkan dua nama ini tidak bisa dipisahkan karena saling melengkapi. Baubau dikenal sebagai kota pelabuhan karena Pelabuhan Murhum yang hanya berjarak sekitar tiga km dari Keraton Baubau. Nama Pelabuhan Murhum merujuk pada kebesaran Raja Buton Kaimuddin. Dia adalah Raja Buton VI sekaligus Sultan Buton pertama. Setelah wafat, Kaimuddin dikenal dengan nama Murhum, yang berasal dari kata almarhum.