Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Rabu, Februari 11, 2009

Diusulkan perda konversi lahan pertanian

SAMARINDA: Pemerintah dan pihak terkait dinilai sudah saatnya mengupayakan peraturan spesifik sebagai payung hukum yang melindungi lahan pertanian dari aktivitas penambangan batu bara. Pasalnya, tanpa payung hukum, dikhawatirkan makin banyak lahan pertanian yang akhirnya dikonversi menjadi lokasi tambang sehingga mengancam pasokan bahan pangan di masa mendatang. Wilayah Kaltim, Kalteng, dan daerah lainnya di Kalimantan termasuk yang paling banyak mengalami alih fungsi lahan dari pertanian ke pertambangan.

Tanpa langkah tegas, situasi tersebut dirisaukan bakal terus berlanjut. Staf Ahli DPRD Kaltim Bidang Lingkungan Hidup Abrianto Amin berpendapat perlu segera dibuat payung hukum yang melindungi lahan pertanian dari aktivitas perusahaan batu bara. Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim itu menilai payung hukum berupa perda (peraturan daerah) akan lebih mengenai sasaran.
“Perda adalah keputusan bersama DPRD dan pemerintah daerah, sehingga pihak eksekutif dan legislatif memiliki tanggung jawab bersama untuk melindungi­ lahan pertanian dari aktivitas yang merusak lingkungan,” kata Abrianto, seperti ditulis Antara, kemarin.Kata dia, salah satu lahan pertanian potensial yang kini telah berubah wujud menjadi lahan konsesi batu bara adalah lokasi warga eks-transmigran di Teluk Dalam, Kutai Kartanegara.

Lahan potensial sekitar 1.400 Ha itu kini menjadi lokasi penambangan batu bara. Warga transmigran petani asal Pulau Jawa tergiur menjual lahannya karena ditawar harga tinggi.Padahal, lanjut Abrianto, pemerintah dengan menggunakan dana bantuan APBN dan APBD sudah membangun waduk irigasi dengan pompanisasi yang menelan dana puluhan miliar rupiah di areal tersebut.

Abrianto mengatakan kondisi lingkung­an­ di Kaltim kian parah dengan hadirnya sejumlah perusahaan batu bara baik yang dikelola secara modern maupun tradisional. Misalnya di Samarinda, dari 44 perusahaan pemegang KP (kuasa penambang-an), 17 di antaranya sudah melakukan aktivitas penggalian. Banyak juga aktivitas penggalian secara tradisional.

“Jangankan penambangan gelap, perusahaan yang resmi mengantongi PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara) diperkirakan banyak yang tidak melaksanakan kewajibannya melakukan reklamasi,” kata dia.Padahal, imbuhnya, salah satu syarat penting bagi aktivitas perusahaan batu bara adalah melakukan reklamasi, yakni memulihkan bekas galian dengan menutupi serta menanam pohon penghijauan di atasnya.

RUU Pangan
Terkait hal itu, Menteri Pertanian Anton Apriantono dalam kunjungannya ke Teluk Dalam pekan lalu, mengungkap-kan pemerintah sedang merumuskan rancang­an undang-undang (RUU) Pengelolaan Lahan Pertanian Pangan. Menurut Anton, RUU itu untuk meng-antisipasi peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan pangan di tengah pesatnya konversi tambang.

“RUU ini lex spesialis dari UU tata ruang yang sudah ada. Nantinya RUU ini bisa melindungi lahan pertanian dari konversi tambang,” ujar Anton seperti dikutip dari situs resmi Pemprov Kaltim, kemarin.Dalam UU itu, lahan pertanian harus diregistrasi sehingga tidak mudah dikonversi menjadi areal pertambangan, atau diperjualbelikan.

“Saat ini RUU tersebut sedang dalam pembahasan, intinya setiap lahan pertanian akan diregistrasi dan dikonservasi,” ujar Anton. Menteri mengatakan masalah pangan merupakan masalah penting. Dia mencontohkan Malaysia, yang dulu mengg-anggap masalah pangan dapat diselesaikan dengan mengimpor dan berorientasi pada pembangunan fisik. Namun saat terjadi krisis pangan, negeri­ jiran itu kesulitan membeli beras. “Alhamdulillah Indonesia tahun 2008 diakui dunia sebagai negara yang mampu meningkatkan produksi dan menjaga kestabilan harga beras,” sebutnya.