Home - Photo - Blogger

Subscribe: Posts Subscribe to Revolution ChurchComments

Jumat, Maret 06, 2009

UU Minerba berpotensi rugikan daerah

MAKASSAR: Penghapusan sistem royalti yang digantikan iuran sebagaimana diamanatkan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) No. 4 Tahun 2009 dikhawatirkan merugikan daerah. “Persoalan yang ditimbulkan UU Minerba adalah penghapusan royalti di daerah. Sampai saat ini kami belum melihat dampak positif dari UU tersebut,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sulsel Sampara Salman kepada Bisnis, kemarin.

Sampara mengatakan UU Minerba yang disahkan DPR Desember 2008 belum mewakili kepen-tingan daerah, khususnya bagi hasil atau royalti antara investor dan pemprov serta pemkab/pemkot. Meski Peraturan Peme-rintah (PP) mengenai UU Minerba belum terbit, namun dia khawatir sistem pembayaran iuran akan sangat merugikan.

Selama ini sistem royalti dari investor atau pemilik lahan pertambangan dibagi dalam empat kategori, yakni royalti kabupaten penghasil tambang 32%, provinsi 16%, dan peme-rintah pusat 20%.
Royalti juga akan dibagikan ke seluruh kabupaten secara merata dengan total pembayaran sebesar 32%.

Dia mengaku, jika PP UU Minerba disahkan maka penghapusan ro-yalti dari segi hukum sudah melanggar dan merugikan daerah, terutama kabupaten penghasil tambang. Dia berharap UU Mi-nerba dikaji lagi secara mendalam dengan tetap mempertahankan sistem royalti.

“Kami belum tahu sistem pembayaran iuran tetap dan produksi, namun ini tidak mewakili daerah sesuai UU Otoda. Isi UU Minerba harus ditinjau kembali agar semua pihak puas,” ungkap dia.

Perlambat proyek

Sampara menjelaskan, UU Minerba No. 4/2009 juga bakal menghambat pengerjaan proyek per-tambangan. Hal itu disebabkan UU mengharuskan pemprov menerbitkan peraturan daerah (perda) dengan minimal 22 aturan pertambangan, termasuk penetapan area tambang.

Menurut dia, hal ini akan membutuhkan waktu antara 6–12 bulan sebelum proyek berjalan. Proses penerbitan perda yang diatur UU Minerba tersebut, kata dia, akan membuat proyek terbengkalai lebih dari satu tahun. “UU baru ini membuat proyek pertambangan stagnan. Kami tidak mungkin mengeluarkan izin tambang sendiri karena akan berhadapan dengan hukum,” tutur Sampara.

UU Minerba, lanjut dia, juga menghapuskan sistem kontrak menjadi sistem perizinan. UU Minerba pengganti UU No. 11/1967 tersebut akan menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), IUPK eksplorasi, dan IUPK operasi produksi.Hal ini bertolak bela-kang dengan aturan lama, di mana perselisihan akan diselesaikan antara peme-rintah pusat dan investor.

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Kasubdit Standardisasi Direktorat Teknik dan Lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nur Hardono mengungkapkan, UU Minerba baru itu akan mempersingkat persetujuan proses pertambangan di tingkat daerah karena menggunakan sistem perizinan.