MAKASSAR: Wali Kota Makassar Andi Herry Iskandar menegaskan akan mengusut dugaan kasus penggelembungan (mark up) anggaran dalam proyek pengadaan meteran air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Mark up proyek ini diketahui setelah muncul hasil audit investigasi Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel pada 31 Desember 2008. Laporan BPKP kini ada di tangan Wali Kota.
BPKP menemukan penyalahgunaan anggaran senilai Rp1,4 miliar di tubuh PDAM Makassar dalam proyek pengadaan meteran oleh PT Wetang Lestari pada 2007. Dalam pengadaan meteran dengan total anggaran Rp3,69 miliar tersebut, Wetang Lestari menetapkan anggaran Rp205.000 per unit meteran merek Barindo, padahal harga pasar saat itu disebut hanya berkisar Rp115.000 per unit.
Dengan demikian, diduga terjadi penggelembungan hingga sekitar Rp90.000 per unit atau total Rp1,4 miliar.Menurut Herry, laporan hasil audit ini merupakan permintaan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin ketika itu. Audit dilakukan menyusul ada dugaan penyelewengan di tubuh salah satu perusahaan daerah milik Pemkot itu. “Memang benar ada dugaan penggelembungan dan kami akan segera melakukan pertemuan dengan direksi PDAM pekan depan untuk meminta klarifikasi,” kata Herry di Balai Kota, kemarin.
Wali Kota menambahkan, sebelum melakukan pertemuan dengan PDAM, pihaknya akan mempelajari terlebih dulu laporan BPKP mengenai dugaan penggelembungan. Di samping itu juga permintaan pemutusan MoU dengan pihak ketiga PT Traya Tirta Makassar dalam pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Panaikang II.
Pemutusan MoU, menurut BPKP, untuk menghindari potensi kerugian lebih besar. Hal itu terkait adanya dugaan mark up anggaran yang juga terjadi pada proyek pengadaan material pipa bersama Traya, di mana proyek tersebut menelan anggaran sebesar Rp7 miliar.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengawas PDAM Makassar Ruslan Abu membenarkan hasil audit BPKP yang mengendus penggelembungan anggaran. Tapi, dia mengaku pihaknya belum bertemu dengan direksi PDAM terkait temuan itu. “Status kami di sini hanya sebagai pengawas yang bertugas memantau PDAM dalam hal kontrak kerja sama dengan pihak ketiga. Menyangkut anggarannya sepenuhnya wewenang direksi,” kata Ruslan.
Penggelapan pajak
Menurut sumber Bisnis yang mengetahui kinerja PDAM, laporan BPKP mengenai kasus meteran sudah sampai di meja Wali Kota sekitar sebulan lalu. Sumber itu mengemukakan, selain kasus mark up meteran dan kerja sama dengan PT Traya, PDAM juga terindikasi kasus pajak senilai Rp7,5 miliar dan mark up pada tender pengadaan air di PT Makassar Te’ne.
Khusus penggelapan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat diketahui telah memblokir rekening PDAM Makassar. Kasus ini telah berlangsung sejak 2005 hingga 2006. “Banyak dugaan mark up selama ini terjadi di PDAM Makassar, namun belum tersentuh hukum,” kata sumber itu lagi.
Direktur Utama PDAM Makassar Tajuddin Noer menolak memberikan penjelasan kepada wartawan ketika dikonfirmasi.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui ponselnya pada Selasa (10 Februari), Humas PDAM Jufri Sakka tidak bersedia memberikan keterangan. Menurut Jufri, pihaknya belum mendapatkan informasi apa pun mengenai hal itu. “Jangan tanya ke saya, langsung saja ke yang bersangkutan. Sampai saat ini, saya belum mengetahui apa pun mengenai masalah itu,” tandas Jufri.
BPKP menemukan penyalahgunaan anggaran senilai Rp1,4 miliar di tubuh PDAM Makassar dalam proyek pengadaan meteran oleh PT Wetang Lestari pada 2007. Dalam pengadaan meteran dengan total anggaran Rp3,69 miliar tersebut, Wetang Lestari menetapkan anggaran Rp205.000 per unit meteran merek Barindo, padahal harga pasar saat itu disebut hanya berkisar Rp115.000 per unit.
Dengan demikian, diduga terjadi penggelembungan hingga sekitar Rp90.000 per unit atau total Rp1,4 miliar.Menurut Herry, laporan hasil audit ini merupakan permintaan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin ketika itu. Audit dilakukan menyusul ada dugaan penyelewengan di tubuh salah satu perusahaan daerah milik Pemkot itu. “Memang benar ada dugaan penggelembungan dan kami akan segera melakukan pertemuan dengan direksi PDAM pekan depan untuk meminta klarifikasi,” kata Herry di Balai Kota, kemarin.
Wali Kota menambahkan, sebelum melakukan pertemuan dengan PDAM, pihaknya akan mempelajari terlebih dulu laporan BPKP mengenai dugaan penggelembungan. Di samping itu juga permintaan pemutusan MoU dengan pihak ketiga PT Traya Tirta Makassar dalam pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Panaikang II.
Pemutusan MoU, menurut BPKP, untuk menghindari potensi kerugian lebih besar. Hal itu terkait adanya dugaan mark up anggaran yang juga terjadi pada proyek pengadaan material pipa bersama Traya, di mana proyek tersebut menelan anggaran sebesar Rp7 miliar.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengawas PDAM Makassar Ruslan Abu membenarkan hasil audit BPKP yang mengendus penggelembungan anggaran. Tapi, dia mengaku pihaknya belum bertemu dengan direksi PDAM terkait temuan itu. “Status kami di sini hanya sebagai pengawas yang bertugas memantau PDAM dalam hal kontrak kerja sama dengan pihak ketiga. Menyangkut anggarannya sepenuhnya wewenang direksi,” kata Ruslan.
Penggelapan pajak
Menurut sumber Bisnis yang mengetahui kinerja PDAM, laporan BPKP mengenai kasus meteran sudah sampai di meja Wali Kota sekitar sebulan lalu. Sumber itu mengemukakan, selain kasus mark up meteran dan kerja sama dengan PT Traya, PDAM juga terindikasi kasus pajak senilai Rp7,5 miliar dan mark up pada tender pengadaan air di PT Makassar Te’ne.
Khusus penggelapan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat diketahui telah memblokir rekening PDAM Makassar. Kasus ini telah berlangsung sejak 2005 hingga 2006. “Banyak dugaan mark up selama ini terjadi di PDAM Makassar, namun belum tersentuh hukum,” kata sumber itu lagi.
Direktur Utama PDAM Makassar Tajuddin Noer menolak memberikan penjelasan kepada wartawan ketika dikonfirmasi.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui ponselnya pada Selasa (10 Februari), Humas PDAM Jufri Sakka tidak bersedia memberikan keterangan. Menurut Jufri, pihaknya belum mendapatkan informasi apa pun mengenai hal itu. “Jangan tanya ke saya, langsung saja ke yang bersangkutan. Sampai saat ini, saya belum mengetahui apa pun mengenai masalah itu,” tandas Jufri.